Liputan6.com, Jakarta – Andi Muhammad Asrun seorang ahli yang dihadirkan kubu Prabowo-Gibran di sidang sengketa Pilpres 2024, mendapat wejangan dari Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Menurut dia, makalah yang dibuat oleh Asrun selaku guru besar hukum tidak boleh saling mendahului antar guru besar hukum lainnya.
“Karena kita berhukum harus presisi dan cermat, kita sama-sama guru besar tidak boleh saling mendahului seperti bus kota,” kata Hakim Arief di ruang sidang Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Pernyataan Hakim Arief disampaikan sebab Asrun dinilai tidak cermat dengan membandingkan dua putusan MK yang terkait penyelenggaraan Pemilu yaitu putusan MK nomer 102/PUU-VI/2009 dan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Pak Asrun menyamakan apa yang dilakukan KPU dengan putusan 90 itu betul sudah dilaksanakan tapi kemudian menyatakan putusan MK nomer 102/PUU-VI/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan oleh KPU. Mohon untuk dicek kembali, saya tidak bisa menyalahkan tapi mohon dicek kembali,” tegas Hakim Arief.
Hakim Arief berpendapat, terkait dua putusan MK sejatinya terdapat pembeda. Sebab ketika pada tahun 2009 KPU langsung mengubah PKPU dan melakukan self executing atas putusan MK 102/PUU-VI/2009, belum ada uji materil terkait yang mengatakan KPU saat hendak mengubah atau membuat Peraturan KPU (PKPU) harus berkonsultasi ke DPR.
“Tapi kemudian ada pengujian Undang-Undang di MK yang mengatakan PKPU harus disusun dengan konsultasi DPR jadi ini tidak bisa dipersamakan,” jelas Hakim Arief.
Tak Ingin Publik Salah Paham
Meski demikian, Hakim Arief menyatakan pandangan tersebut tidak untuk menilai bahwa apa yang disampaikan Asrun selaku ahli adalah salah. Namun sebagai sesama guru besar, Hakim Arief tidak ingin publik salah paham.
“Ini didengar oleh publik di seluruh Indonesia dan memberikan pelajaran kepada ahli hukum di Indonesia yang muda-muda supaya kita kalau bicara clear. Mohon untuk dicermati bersama sebagai pelajaran kepada seluruh masyarakat Indonesia,” tandas Hakim Arief.